Record Detail Back

XML

Layar Terkembang



St Takdir Alisjahbana - Personal Name
cet.41
813 Ali l
979.407.065.3
813
Text
Indonesia
Balai Pustaka
2010
Jakarta
xiv,208hlm.:ilus.:ilus.;21cm
Tuti dan Maria adalah kakak beradik, anak dari Raden Wiriatmadja mantan Wedana daerah Banten. Sementara itu ibu mereka telah meninggal. Meskipun mereka adik-kakak, mereka memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung adalah seorang gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji, dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sementara Maria adalah gadis yang periang, lincah, dan mudah kagum. Diceritakan pada hari Minggu Tuti dan Maria pergi ke akuarium di pasar ikan. Di tempat itu mereka bertemu dengan seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian putih berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka bertemu ketika hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar, pada saat itu pula mereka berbincang-bincang dan berkenalan. Nama pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah seorang mahasiswa sekolah tinggi kedokteran. Sementara Maria adalah murid H.B.S Corpentier Alting Stichting dan Tuti adalah seorang guru di sekolah H.I.S Arjuna di Petojo. Mereka berbincang samapai di depan rumah Tuti dan Maria. Yusuf adalah putra dari Demang Munaf di Matapura, Sumatra Selatan. Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-bayang kedua gadis yang ia temui di akuarium., terutama Maria. Yusuf telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu, bahkan dia berharap untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak disangka oleh Yusuf, keesokan harinya dia bertemu lagi di depan hotel Des Indes. Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering menjemput Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai berani berkunjung ke rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak bukan lagi hubungan persahabatan biasa. Tuti sendiri terus disibukan oleh kegiatan-kegiatan nya dalam kongres Putri Sedar yang diadakan di Jakarta, dia sempat berpidato yang isinya membicarakan tentang emansipasi wanita. Tuti dikenal sebagai seorang pendekar yang pandai meimilih kata, dapat membuat setiap orang yang mendengarnya tertarik dan terhanyut. Sesudah ujian doctoral pertama dan kedua berturut-turut selesai, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura, Sumatra Selatan. Selama berlibur Yusuf dan Maria saling mengirim surat, dalam surat tersebut Maria mengatakan kalau dia dan Tuti telah pindah ke Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut membuat Yusuf semakin merindukan Maria. Sehingga pada akhirnya Yusuf memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta dan ke Bandung untuk mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf disambut hangat oleh Maria dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria berjalan-jalan ke air terjun Dago, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya. Di tempat itu Yusuf menyatakan perasaan cintanya kepada Maria. “Maria, Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?” “Lama benar engkau menyuruh saya menanti katamu…” Setelah kejadian itu, kelakuan Maria berubah. Percakapannya selalu tentang Yusuf saja, ingatannya sering tidak menentu, dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering mengganggunya. Sementara hari-hari Maria penuh kehangatan bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banya membaca buku. Sebenarnya pikiran Tuti terganggu oleh keinginannya untuk merasakan kemesraan cinta. Melihat kemesraan Maria dan Yusuf, Tuti pun ingin mengalaminya. Tetapi Tuti juga memiliki ke khawatiran terhadap hubungan Maria dan Yusuf. Kemudian Tuti menasehati Maria agar jangan sampai diperbudak oleh cinta. Nasihat tulus Tuti justru memicu pertengkaran diantara mereka dan memberikan pukulan keras terhadap Tuti. “Engkau rupanya tiada dapat diajak berbicara lagi,”kata Tuti amarah pula, mendengar jawaban adiknya yang tidak mengindahkan nasihatnya, “Sejak engkau cinta kepada Yusuf, rupanya otakmu sudah hilang sama sekali. Engkau tidak dapat menimbang buruk-baiknya lagi. Sudahlah! Apa gunanya memberi nasihat orang serupa ini?” “Biarlah saya katamu tidak berotak lagi. Saya cinta kepadanya, ia cinta kepada saya. Saya percaya kepadanya dan saya hendak menyerahkan seluruh nasib saya ditangannya, biarlah bagaimana dibuatnya. Demikian kata hati saya. Saya tidak meminta dan tida perlu nasihatmu. Cinta engkau barangkali cinta perdagangan, baik dan buruk ditimbang sampai semiligram, tidak hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu dengan Hambali dahulu putus!” “Tutup mulutmu yang lancing itu, nanti saya remas.” Dari kejadian itu, Tuti sama sekali tidak berbicara dengan Maria, juga dia merasa sendiri dan sepi dalam kehidupannya. Ketika Maria mendadak terkena penyakit malaria dan TBC, Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Tuti menjaganya dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah Supomo untuk meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti. Sebenarnya Tuti sudah ingin memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo dipandangnya bukan pria idaman yang diinginkan Tuti. Maka dengan segera Tuti menulis surat penolakan. Sementara itu, keadaan Maria semakin hari makin bertambah parah. Kemudian ayahnya, Tuti, dan Yusuf memutuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Dokter yang merawatnya menyarankanagar Maria dibawa ke rumah sakit khusus penderita penyakit TBC wanita di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya tidak juga mengalami perubahan, yang terjadi adalah kondisi Maria semakin lemah. Pada suatu kesempatan, Tuti dan Yusuf berlibur di rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah Tuti mulai terbuka dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam, ternyata juga mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia lakukan. Tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat dilakukan. Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti semakin akrab, sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat berbuat lebih banyak lagi. Pada saat kritis Maria mengatakan sesuatu sebelum ia menginggal. “Badan saya tidak kuat lagi, entah apa sebabnya. Tak lama lagi saya hidup di dunia ini. Lain-lain rasanya… alangkah berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu, kalau kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang lain.” Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria. Setelah beberapa lama kemudian, sesuai dengan pesan terakhir Maria, Yusuf dan Tuti menikah dan bahagia selama-lamanya. TAMAT AMANAT: Meski kini Emansipasi wanita sudah tidak asing lagi dan derajat wanita telah terangkat, kaum wanita juga harus menjalankan tugas alaminya sebagai wanita. 2. Jangan mudah berputus asa. 3. Terus berjuang untuk mempertahankan dan menggapai cita-cita. 4. Manusia boleh berencana tapi tuhanlah yang menentukan atau memutuskan.
LOADING LIST...
LOADING LIST...